Cari Blog Ini

Selasa, 06 Desember 2011

FILOSOFI DAPUR (Sebuah Kajian Singkat Tentang Makna Sebuah Pekawinan)

“KUMU’ULLENI MALLIBURIKI DAFURENGNGE BEKKE FITU, ABBAHINENO”

Dalam bahasa Bugis kalimat diatas adalah sebuah “Lecco-lecco Ada” atau sebuah peribahasa yang berarti jika anda telah mampu mengelilingi dapur sebanyak tujuh kali, maka beristri atau menikahlah. Dilihat sepintas kalimat atau peribahasa diatas sangat mudah untuk direalisasikan, dan jika kalimat atau peribahasa Orang Bugis diatas dijadikan sebagai syarat seseorang untuk bisa beristri atau menikah, maka untuk mengelilingi dapur sebanyak tujuh kali, mungkin semua orang atau bahkan anak kecil sekalipun pasti akan mampu melakukannya. Akan tetapi kalimat atau peribahasa diatas akan memiliki makna yang begitu luas jika dikupas lebih dalam.

Menurut pemikiran orang-orang Bugis, dalam sebuah dapur banyak sekali hal-hal atau simbol yang akan merujuk pada tentang bagaimana cara membina keluarga dalam sebuah ikatan pernikahan atau kehidupan berumah-tangga. Seperti dikatakan peribahasa diatas, kita harus mampu mengelilingi dapur sebanyak tujuh kali, jika kita ingin beristri atau menikah. Mengapa harus tujuh kali, kenapa bukan sekali atau sepuluh kali. Karena dalam pemikiran orang-orang Bugis angka tujuh memiliki makna yang sakral. Allah menciptakan alam semesta dalam waktu tujuh hari, langit dan bumi ini adanya tujuh lapis, Thawaf mengelilingi Kabbah sebanyak tujuh kali putaran, Sai antara Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali bolak-balik di Mekkah, Lontar Jumrah di Muzdalifah masing-masing tujuh kali lemparan pada tiap tugu (Ula, Wustha dan Aqabah) dan Surah al-Fatihah dan merupakan Surah Pembuka dalam al-Quran memiliki tujuh ayat yang memiliki julukan al-sab’ al-matsani yang berarti tujuh ayat yang sering diulang. Jadi angka tujuh dalam peribahasa orang Bugis diatas memiliki makna tentang pengabdian dan ibadah kita kepada Allah.

Angka tujuh dalam peribahasa diatas juga berarti ada tujuh tahap atau syarat yang harus kita pahami sebelum membina keluarga dalam sebuah ikatan pernikahan atau memasuki kehidupan berumah-tangga. Pertama kesiapan mental, kedua kematangan pemikiran, ketiga mengerti akan tanggung-jawab, keempat mampu menjadi seorang pemimpin, kelima mampu bersikap bijaksana, keenam mampu menjadi teladan yang baik dan ketujuh mampu menjadi seseorang yang memiliki sifat Istiqomah. Jika semua tahap atau syarat ini bisa kita kuasai berarti kita telah siap memasuki kehidupan berumah-tangga. Segala sesuatu yang akan kita lakukan dalam kehidupan ini harus dimulai dengan kesiapan mental, tanpa kesiapan mental kita tidak akan bisa maksimal dalam melakukan sesuatu dalam kehidupan. Jika mental kita telah siap maka pola pikir kita akan semakin matang dalam menghadapi sesuatu dan hal ini akan mampu membuat kita mengerti akan pentingnya tanggung-jawab. Mampu dan mengerti akan tanggung-jawab yang berakar dari kesiapan mental dan kematangan pikiran akan membuat seseorang siap menjadi pemimpin.

Apabila seseorang telah menjadi pemimpin maka sikap bijaksana harus mutklak dimiliki, karena sikap bijaksana akan membuat seorang pemimpin bisa menjadi teladan yang baik bagi orang-orang yang dipimpinnya. Maka kesimpulan dari semua penjelasan diatas adalah bahwa dengan kesiapan mental yang kita miliki akan berpikiran matang sehingga mampu menjadi pemimpin yang bijaksana dan dapat menjadi teladan yang baik bagi orang-orang yang dipimpin atau orang-orang disekitar serta bisa membuat kesadaran diri yang akan membentuk pribadi yang selalu bersikap istiqomah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar