Cari Blog Ini

Selasa, 06 Desember 2011

KU TUNGGU KALIAN DI LAPANGAN KONI

Kejadian ini terjadi ketika aku dan komplotanku (aku, ampeng, Thuang dan Ithink) masih bergelut dalam dunia per-indekos-an. Ada dua orang teman kosan yang masih bersaudara, nama mereka Awing dan Adi. Pada dasarnya mereka baik, tapi kami mencap mereka itu pelit markedit. Sebenarnya cap pelit markedit tidak sepenuhnya sifat asli Awing dan Adi, tapi mungkin karena pola hidup mereka yang selalu hidup berhemat dan memiliki manajemen bagus dalam dunia per-indekost-an yang membuat kami berprasangka sirik pada mereka. Karena dalam dunia per-indekos-an, aku dan komplotanku memakai ideologi “jika ada, sikat habis”, hidup boros dan selalu mendahulukan kepentingan perut. Ideologi “jika ada, sikat habis” membuat kami selalu kekurangan asupan gizi dan penyakit kanker akut jika memasuki tanggal-tanggal pertengahan bulan, atau kami bisa menyebut keadaan tersebut dengan status “hari-hari kritis”. Padahal pada saat-saat itu kiriman jatah bulanan dari kampung akan ngambek sampai dan baru akan kembali ceria pada awal bulan berikutnya. Maka pada saat kami dilanda “hari-hari kritis”, kami pasti akan selalu hidup prihatin dengan mengandalkan jurus untuk bertahan hidup di rimba per-indekos-an. Jurus andalan yang pertama yaitu ngutang di warung ibu kosan sambil pasang tampang memelas layaknya gelandangan yang gak penah makan dalam setahun atau dengan jurus andalan yang kedua yaitu dengan sowan ke rumah teman-teman sekolah pada saat-saat jam makan, mulai dari breakfast trus lunch hingga dinner.


Suatu hari, ketika kami sedang dalam keadaan status “hari-hari kritis”, saking kritisnya sampai kami terkena busung lapar stadium satu. Keadaan kami benar-benar kritis, asli lho!!! Karena ibu kosan lagi mudik jenguk keluarganya yang sedang ada hajatan di tanah Jawa, jadi warungnya tidak buka sehingga jurus andalan pertama kami lumpuh total. Sementara untuk jurus andalan yang kedua, hari itu alam raya tidak mendukung kami, hujan yang lebat menghalangi kami, kami tidak dapat sowan kerumah teman-teman sekolah karena kami termasuk dalam jenis manusia yang fobia terhadap air (salah satu jenis penyakit anak kosan yang menganut ilmu “mandi jarang, parfum dibanyakin”). Pendek kata hari itu adalah hari ternahas dalam dunia per-indekos-an kami. Ketika kami sedang dalam keadaan menderita dan bertarung antara hidup dan mati untuk melawan busung lapar stadium satu karena efek keadaan status “hari-hari kritis”, tiba-tiba malaikat jahat yang hari itu juga ikut hanyut dalam penderitaan dan pertarungan kami, membisikkan suatu ide yang sangat brilian. Tanpa dikomando, kami pun langsung saling menatap dan tersenyum licik sambil manggut-manggut, secara berjamaah kami sepakat untuk membobol kamar Awing dan Adi yang sedang tidak ada di tempat. Dalam pikiran licik kami, tindakan ini kami ambil untuk penyelamatan umat manusia dalam kepunahan karena urusan perut yang kronis dan tidak dapat ditangguhkan lagi serta itung-itung buat ngerjain ke-pelit markedit-an mereka (benar-benar licik kan, hehehehe….). Dan kami juga tahu dengan pasti jika didalam kamar mereka, segala apa yang kami butuhkan untuk mengakhiri penderitaan efek dari status “hari-hari kritis” kami, sangat amat berlimpah ruah disitu. Karena di kampung, keluarga Awing dan Adi punya toko kelontongan dan sembako. Dan karena mereka bisa hidup hemat di dunia per-indekos-an, maka mereka selalu memiliki stok pangan yang banyak dikamar mereka dan itu menyebabkan mereka tidak pernah sekalipun merasakan efek keadaan status “hari-hari kritis” kami. Setelah bersidang kilat dan mengatur perencaaan secermat mungkin, maka aksi pembobolan kamar itupun kami laksanakan. Kebetulan kamar yang ditempati Awing dan Adi memiliki pintu penghubung ke kamar yang kami tempati. Maka kami pun meminjam kunci pintu penghubung tersebut pada bapak kosan yang tidak diajak mudik oleh ibu kosan ke tanah Jawa, dengan dalih mau mengambil buku yang tertinggal didalam kamar Awing dan Adi. Dengan sedikit usaha keras dan keringat mengucur pelan karena bersusah-ria mendorong pintu penghubung yang tergencet ranjang dan harta benda Awing dan Adi, kami pun berhasil membuka pintu penghubung tersebut walau bukaannya hanya cukup untuk melintas buat satu orang.


Dan diantara kami berempat hanya aku yang bertubuh agak kecil (very long-long time ago, I miss my body…hiks..hiks..hiks) maka aku pun didapuk menjadi sang eksekutor pembobolan kamar tersebut. Dengan merapal ajian ilmu kanuragan “belut menyusup”, aku sukses menyeberang ke kamar Awing dan Adi tanpa halangan yang berarti. Sedang anggota komplotanku yang tiga orang lagi, juga berbagi bertugas, Thuang yang jago ngiler bertugas sebagai telek sandi alis mata-mata dengan tatapan tajam mengawasi gang jalan masuk kosan sambil nongkrong didepan warung ibu kosan, takut jika tiba-tiba Awing dan Adi muncul. Ampeng yang paling tua diantara kami bertugas mengawasi gerak-gerik bapak kosan yang sedang memberi makan pasukan kucing kampungnya dan terlihat mulai mencurigai tingkah kami. Sementara si Ithink bertugas sebagai porter untuk memindahkan barang-barang yang telah berhasil aku jarah dari kamar Awing dan Adi. Dengan dukungan langit yang sedang menumpahkan berjuta-juta galon airnya, aksi perdana atas pembobolan kamar tersebut terbilang sukses besar. Bayangkan saja, barang-barang yang aku jarah bukan hanya berkisar pada barang untuk program penyembuhan busung lapar stadium satu kami, tapi korek kuping, batu baterai, bedak bayi, pembalut wanita, kapur barus, ember plastik, paku payung, racun tikus, pensil, kertas karbon, deterjen, bumbu dapur, obat diare, sandal jepit, kaos kaki, buku tulis, kertas kado, sikat gigi hingga lotion anti nyamuk dan minyak cengceman buat rambut aku sikat semua tanpa kompromi (ini kamar kosan atau toko kelontongan sih?!?!).


Kesuksesan besar itupun kami rayakan dengan gegap gempita yang meluap-luap sambil berpesta kopi susu jahe hangat plus biskuit cokelat rasa nanas (biskuit yang aneh yaa…hehehehe), membuat busung lapar stadium satu kami tersenyum bahagia sambil menari-nari diiringi tepukan dan siulan merdu si malaikat jahat yang tak henti-hentinya tersenyum sumringah melihat realisasi rencananya kepada kami berhasil tepat guna. Seiring dengan semangat kemenangan kami, cuaca alam raya pun kembali cerah. Ketika kami telah terkapar kekenyangan, si malikat jahat pun pamit mundur dengan mengucap “hasta la vista bibeh, see you all next time yeaahhh..”. Aksi perdana pembobolan kamar yang sukses besar itu membuat kami berempat menjadi ketagihan untuk kembali dan kembali melakukannya lagi. Mulai saat itu kami merasa tidak perlu takut lagi akan efek dari status “hari-hari kritis” kami, karena kebutuhan akan paceklik di pertengahan bulan kami telah terpenuhi dengan intensitas penjarahan kami yang sepertinya mulai dahsyat, bombastis, spektakuler dan heboh. Dan kami juga tidak melihat adanya indikasi dari Awing dan Adi jika mereka kecolongan barang-barang logistik. Tapi hukum alam pasti terjadi, dan pepatah “sepandai-pandainya tupai meloncat pasti akhirnya akan jatuh juga” ternyata berlaku pada kami.


Ceritanya begini, di suatu sore yang cerah ketika kami menjarah kamar Awing dan Adi, aku yang selalu menjadi sang eksekutor tertangkap basah kuyup sampai lepek ketika sedang bergerilya didalam kamar mereka oleh Awing yang tiba-tiba muncul bagai hantu di cerita misteri dengan langsung berdiri gagah diambang pintu kamarnya. Namun Awing yang termasuk salah satu jenis manusia yang cinta damai dan selalu memendam rasa dihati dengan wajah dingin bak pembunuh bayaran di film-film mafia bollywood hanya diam dan seolah-olah tidak melihat kehadiranku disitu, aku yang tertangkap basah serta kaget langsung tidak percaya dengan apa yang terjadi, dan langsung pasang tampang “innocent baby” dengan berpura-pura merangkak keluar kamar seperti bayi yang baru berumur tujuh bulan (mungkin lebih tepatnya aku merangkak keluar kamar seperti babi ngepet, hehehehe...), namun Awing yang makin eksis dengan wajah dingin pembunuh bayarannya hanya membiarkan aku melenggang bayam eh kangkung keluar kamar dengan menggondol barang-barang jarahan yang berhasil aku ambil, tanpa berkata atau berteriak lancang “hei...bajingan tengik!!! Kembalikan semua barang-barang yang telah kau jarah dari kamarku ini..!!!”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar